MENJADI BOSS, MENGAPA TIDAK? [1])
Banyak
mahasiswa yang memiliki pemikiran sempit, dimana ketika mereka sudah mendekati
masa kelulusan maka yang terpikir olehnya adalah bagaimana dia mencari
pekerjaan. Pernah suatu saat ketika kami mengantarkan mahasiswa melaksanakan
kuliah kerja lapangan ke suatu industri, salah seorang mahasiswa dengan
kata-kata yang memelas menginginkan mendapatkan prioritas untuk dapat
diprioritaskan masuk dalam dunia kerja di perusahaan tersebut. Sangat
memalukan!, begitu komentar salah satu rekan pembimbing.
Gambaran diatas menunjukkan
betapa pada saat ini masih banyak mahasiswa yang berfikir feodalistik, dalam
artian ketika mereka lulus kuliah
memiliki patokan untuk bekerja di kantor, atau perusahaan, atau instansi
manapun dengan status sebagai pegawai. Ketergantungan yang demikian ini
menjadikan semakin menambah jumlah pengangguran intelektual. Hal inilah yang
seringkali menjadikan perguruan tinggi mendapat gelar sebagai “Pencetak
Pengangguran Intelektual”. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa kultur
masyarakat juga menjadi penyebab munculnya permasalahan tersebut.
KEWIRAUSAHAAN: SEBUAH JALAN KELUAR
Sektor informal merupakan salah satu jalan keluar untuk menyelesaikan
masalah ketenaga kerjaan di belahn dunia ini. Pilihan terhadap sektor informal
dalam memecahkan tenaga kerja ini karena sektor informal memiliki beberapa
karakteristik (Gilbert dan Gugler, 1996) yaitu:
1.
Mudah untuk dimasuki.
2.
Bersandar pada sumber daya lokal.
3.
Usaha milik sendiri.
4.
Operasi dalam skala kecil.
5.
Teknologinya bersifat adaptif.
6.
Tidak terkena regulasi, dan;
7.
Pasarnya bersifat kompetitif.
Kewirausahaan adalah sebuah alternatif yang tepat untuk menyelesaikan
masalah ketenaga kerjaan yang saat ini sedang dihadapi oleh Indonesia, dan
dimasa-masa yang akan dating masalah ini akan terus berkembang ke masalah yang
semakin rumit. Dengan kewirausahaan maka perlahan tetapi pasti akan menumbuhkan
pengusaha-pengusaha lokal di bidangnya masing-masing.
Hanya saja kesan miring terhadap sektor informal kiranya perlu segera
diverifikasi agar mahasiswa tidak minder untuk terjun ke dalam sektor informal
menjadi seorang wirausahawan. Salah satu kesan miring tersebut adalah adanya
asumsi bahwa sektor informal merupakan wilayah kaum miskin. Disamping itu sektor
informal dipandang tidak memberikan status sosial bagi yang menggelutinya
merupakan pukulan bagi mereka yang tidak memiliki mental “entrepreneurship”.
untuk memasuki sektor informal menjadi wirausahawan perlu untuk
mempersiapkan diri dengan berbahai hal (A. Gymnastiar, 2002), yaitu:
1.
Memiliki sikap mental yang ulet. Oleh karena itu
seorang wirausaha tidak memiliki kamus “malas” dalam kesehariannya.
2.
Mampu menciptakan lingkungan yang kondusif. Artinya
seorang wirausahawan harus bisa memilih lingkungan dimana lingkungan itu mampu
untuk selalu memacu dirinya memiliki semangat kewirausahaan yang tangguh.
3.
Menjalin hubungan baik. Hal ini bisa dilakukan dengan
membuat jaringan sebanyak-banyaknya sehingga dapat memperkaya pengetahuan dan
pengalaman khususnya dalam bidang kewirausahaan.
MENJADI BOSS: MENGAPA TIDAK?
Boss, mungkin kata-kata itu sering kita dengar untuk
menyebutkan orang memiliki uang banyak, atau kedudukan, atau dapat juga sebutan
bagi mereka yang memiliki pengaruh. Ketika kita menanyakan pada diri kita
sendiri, mungkinkah seorang wirausaha akan menjadi boss? mengapa tidak?. Suatu
hal yang sangat mungkin terjadi bagi seorang wirausaha untuk menjadi boss.
Dari Sisi Keuangan:
Seorang
wirausaha akan dapat mengatur dirinya sendiri guna mendapatkan uang. Kegigihan
seorang wirausahawan sangat menentukan seberapa besar dia dapat menghasilkan
uang. Semakin ulet mental seorang wirausahawan maka akan semakin banyak dia
bisa menghasilkan uang. Apalagi kalau ditambah dengan lingkungan yang kondusif
dan banyaknya relasi.
Sehingga
tidak ada alasan bahwa seorang wirausahawan tidak bisa kaya. Oleh karena itu
harus ada keyakinan dari seorang wirausahawan bahwa dirinya bisa kaya dan bisa
jadi seorang boss.
Dari Sisi Kedudukan.
Seorang
wirausaha memiliki kedudukan yang sangat tinggi, karena dia tidak memiliki
atasan langsung. Oleh karena itu seorang wirausahawan adalah seorang boss,
minimal bagi dirinya sendiri. Perkembangan usaha seorang wirausaha akan sangat
membantu menjadikan dia seorang boss yang sebenarnya.
Dari Sisi Pengaruh.
Sebagai
seorang wirausahawan maka tentunya dia memiliki pengaruh dan daya tawar
terhadap masyarakat. Oleh karena itu tidak jarang pada saat ini para politisi
banyak yang barangkat dari seorang wirausahawan, hal ini dikarenakan mereka
memiliki posisi tawar yang tinggi. Dengan demikian maka seorang wirausahawan
akan memiliki pengaruh, dan ini sangat tergantung pada tingkat keberhasilannya
sebagai wira usaha.
BOSS: SEBUAH PERENUNGAN
Dari urain
diatas maka nampaknya Tidak sulit untuk menjadi seorang boss, hanya saja ada
beberapa hal yang perlu diperhatian untuk menjadi seorang boss. Beberapa
hal tersebut diantaranya (A. Gymnastiar, 2002) adalah:
1.
Kejernihan berfikir, yaitu seorang wirausahawan harus
bisa berfikir secara jernih apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara
melakukannya. Hal ini bukan berarti bahwa seorang wirausaha takut bertindak,
tetapi seorang wirausahawan harus bertindak secara hati-hati dan penuh
perhitungan.
2.
Keunggulan berfikir, yaitu seorang wirausahawan harus
memiliki pemikiran-pemikiran “baru” sehingga dia tidak hanya pandai meniru
tetapi paling tidak mampu membuat modifikasi dari usaha-usaha yang sudah ada.
Dengan keunggulan berfikir seorang wirausahawan akan mampu eksis dalam bidang
usahanya.
3.
Keunggulan berkarya, dimana seorang wirausaha tidak
boleh hanya berhenti pada konsep pemikiran saja tetapi harus dituangkan dalam
suatu karya nyata. Dengan karya tersebut seorang wirausaha akan dapat
menunjukkan kemampuan dirinya dalam bidang yang ditekuni.
Akhirnya kita harus memiliki keyakinan penuh bahwa boss-boss baru dan
pengusaha-pengusaha baru akan bisa muncul dari program kewirausahaan.
SUMBER BACAAN
Abdullah Gymnastiar, (2002). Menjadi Muslim Prestatif, MQS
Pustaka Grafika, Bandung.
[1]) Disampaikan
pada pembekalan program kewirausahaan mahasiswa Universitas Surakarta,
kerjasama antara LP3M Universitas Surakarta, Progdi Teknik Mesin Universitas
Surakarta dan Dinas P dan K Propinsi Jawa Tengah.
[2]) Kepala Lembaga
Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Surakarta.